Imagen del autor

Ahmad Tohari

Autor de Ronggeng Dukuh Paruk

16 Obras 82 Miembros 2 Reseñas

Obras de Ahmad Tohari

Ronggeng Dukuh Paruk (1993) 45 copias
De onheilskomeet (1986) 6 copias
Bekisar Merah (1993) 5 copias
Orang-Orang Proyek (2019) 4 copias
Bekisar merah (1993) 3 copias
Di Kaki Bukit Cibalak (2014) 3 copias
Mata yang Enak Dipandang (2013) 3 copias
Komet in der Dämmerung (1997) 1 copia
The Dancer (2013) 1 copia
Senyum Karyamin (2013) 1 copia

Etiquetado

Conocimiento común

Nombre canónico
Tohari, Ahmad
Fecha de nacimiento
1948-06-13
Género
male
Nacionalidad
Indonesia
Lugar de nacimiento
Banyumas, Java, Indonesia

Miembros

Reseñas

Ada 15 cerita dalam kumpulan cerpen ini, semua ditulis Ahmad Tohari. Saya mengenalnya dari Bekisar Merah, yaitu kisah tentang Lasi dan Kanjat. Saat membaca Mata yang Enak Dipandang, saya tidak menyangka berkenalan dengan tokoh-tokoh yang lucu dan seperti kawan akrab. Kisah mereka hanya sepintas, dan mereka sendiri siapa sih? Tak lebih dari orang-orang desa, orang-orang biasa. Namun kisah mereka yang hanya sepintas memberi kesan mendalam.

Apa pentingnya orang-orang kecil, kalangan bawah, contohnya pelacur atau pengemis buta? Kita sering bertemu orang-orang kecil itu, sembari *menyesal karena telah tertumbuk pada sosok seorang kere picek dan penuntunnya*. Kita berharap tidak bertemu orang-orang kalangan bawah itu, keberadaan mereka diam-diam membuat kita merasa risih. Namun, mereka juga punya cerita tidak kalah kaya dengan kita.

Angkat topi untuk Ahmad Tohari, yang menceritakan kisah orang kalangan bawah agar manusia yang lain tidak serta merta melengos saat bertemu mereka. Untuk mereka yang berpikir, tentunya menyadari kebinalan yang mentah di cerita-cerita novelis ini bertujuan agar manusia menyadari dunia sekitarnya.
… (más)
 
Denunciada
awwarma | Jan 24, 2024 |
Srintil is a "ronggeng": a young woman expressing the pride and joy of her village with coquettish traditional dances. The village witch doctor (dukun) and his wife act as her managers and profit as much from the ronggeng's second traditional role: to satisfy men for one or two grammes of gold. The ronggeng however is a more independent person than tradition prescribes.

Author Ahmad Tohari paints a lively and humorous portrait of village life in Central Java in the 1960's. These villages were still full of birds, reptiles, insects, traditions, ancient Gods, mysticism, magic and poverty, while Islam is absent in this novel. The slogans on Independence Day in the district capital, where the authorities claim the ronggeng expresses the desire of freedom from capitalists and colonizers, mean nothing to the villagers. Faithfulness and solidarity were confined to the village and politics were absent in a time and place were tradition and consanguinity gave security.

This description of village life rather than the development of the story is the book's strongest point. Probably this comes in the next part of Tohari's trilogy.
… (más)
½
 
Denunciada
mercure | May 27, 2012 |

Estadísticas

Obras
16
Miembros
82
Popularidad
#220,761
Valoración
4.0
Reseñas
2
ISBNs
24
Idiomas
4

Tablas y Gráficos